Receiver Infra Merah (Infra Red Receiver)

Thursday, September 11th, 2014 - Rangkaian Sensor/Detektor

Sinar infra merah yang dipancarkan oleh pemancar infra merah tentunya mempunyai aturan tertentu agar data yang dipancarkan dapat diterima dengan baik di receiver. Oleh karena itu baik di transmitter infra merah maupun receiver infra merah harus mempunyai aturan yang sama dalam mentransmisikan (bagian transmitter) dan menerima sinyal tersebut kemudian mendekodekannya kembali menjadi data biner (bagian receiver).

Receiver Infra Merah

Komponen yang dapat menerima infra merah ini merupakan komponen yang peka cahaya yang dapat berupa dioda (photodioda) atau transistor (phototransistor). Komponen ini akan merubah energi cahaya, dalam hal ini energi cahaya infra merah, menjadi pulsa-pulsa sinyal listrik. Komponen ini harus mampu mengumpulkan sinyal infra merah sebanyak mungkin sehingga pulsa-pulsa sinyal listrik yang dihasilkan kualitasnya cukup baik.   Semakin besar intensitas infra merah yang diterima maka sinyal pulsa listrik yang dihasilkan akan baik jika sinyal infra merah yang diterima intensitasnya lemah maka infra merah tersebut harus mempunyai pengumpul cahaya (light collector) yang cukup baik dan sinyal pulsa yang dihasilkan oleh sensor infra merah ini harus dikuatkan. Pada prakteknya sinyal infra merah yang diterima intensitasnya sangat kecil sehingga perlu dikuatkan. Selain itu agar tidak terganggu oleh sinyal cahaya lain maka sinyal listrik yang dihasilkan oleh sensor infra merah harus difilter pada frekeunsi sinyal carrier yaitu pada 30KHz sampai 40KHz. Selanjutnya baik photodioda maupun phototransistor disebut sebagai photodetector.

Dalam penerimaan infra merah, sinyal ini merupakan sinyal infra merah yang termodulasi. Pemodulasian sinyal data dengan sinyal carrier dengan frekuensi tertentu akan dapat memperjauh trasnmisi data sinyal infra.

Respon Penerimaan Sensor Infra Merah,grafiksensor Infra Merah,penerima Infra Merah,karakteristik penerima Infra Merah

Respon Penerimaan Sensor Infra Merah

Komponen photodetector mempunyai karakteristik seperti komponen yang dinamakan ‘solar cell’, yang merubah energi cahaya menjadi energi listrik. Jika photo detector ini mendapat cahaya maka akan menghasilkan tegangan sekitar 0.5 volt dan arus yang dihasilkan tergantung dari intensitas cahaya yang masuk pada photo detector tersebut. Teknik ini biasa disebut sebagai ‘unbiased current sourcing’ atau ‘photovolataic mode’. Teknik ini jarang digunakan karena tidak efisien dan mempunyai respon yang lambat tehadap pulsa-pulsa cepat sinyal cahaya.

Konfigurasi photo detector yang umum dipakai adalah teknik yang dikenal sebagai ‘reserved biased’ atau ‘photoconductive mode’. Pada mode reverse bias/bias terbalik, photo detector dibias dengan tegangan external mulai dari beberapa volt sampai sekitar 50 volt (tergantung karakteristik photo detector). Jika karakteristik photodetector tidak diketahui maka bias tegangan dapat diberi 12V agar tidak merusak photodetector tersebut.

Ketika photo detector ini mendapat cahaya, dalam hal ini cahaya infra merah maka terdapat arus bocor yang relatif kecil. Besar-kecilnya arus bocor ini tergantung dari intensitas cahaya infra merah yang mengenai photodetector tersebut.

Sebuah photodioda, biasanya mempunyai karakteristik yang lebih baik daripada phototransistor dalam responya terhadap cahaya infra merah. Biasanya photo dioda mempunyai respon 100 kali lebih cepat daripada phototransistor. Oleh sebab itulah para designer cenderung menggunakan photodioda daripada menggunakan phototransistor. Tetapi sebuah phototransistor tetap mempunyai keunggulan yaitu mempunyai kemampuan untuk menguatkan arus bocor menjadi ratusan kali jika dibandingkan dengan photodioda.

Sebuah photodioda biasanya dikemas dengan plastik transparan yang juga berfungsi sebagai lensa fresnel. Lensa ini merupakan lensa cembung yang mempunyai sifat mengumpulkan cahaya. Lensa tersebut juga merupakan filter cahaya, lebih dikenal sebagai ‘optical filter’, yang hanya melewatkan cahaya infra merah saja. Walaupun demikian cahaya yang nampakpun masih bisa mengganggu kerjsa dari dioda infra merah karena tidak semua cahaya nampak bisa difilter dengan baik. Oleh karena itu sebuah penerima infra merah harus mempunyai filter kedua yaitu rangkaian filter yang berfungsi untuk memfilter sinyal 30KHz sampai 40KHz saja.

Faktor lain yang juga berpengaruh pada kemampuan penerima infra merah adalah ‘active area’ dan ‘respond time’. Semakin besar area penerimaan suatu dioda infra merah maka semakin besar pula intensitas cahaya yang dikumpulkannya sehingga arus bocor yang diharapkan pada teknik ‘reserved bias’ semakin besar. Selain itu semakin besar area penerimaan maka sudut penerimaannya juga semakin besar. Kelemahan area penerimaan yang semakin besar ini adalah noise yang dihasilkan juga semakin besar pula. Begitu juga dengan respon terhadap frekuensi, semakin besar area penerimaannya maka respon frekuansinya turun dan sebaliknya jika area penerimaannya kecil maka respon terhadap sinyal frekuensi tinggi cukup baik.

Respond time dari suatu dioda infra merah (penerima) mempunyai waktu respon yang biasanya dalam satuan nano detik. Respond time ini mendefinisikan lama agar dioda penerima infra merah merespon cahaya infra merah yang datang pada area penerima. Sebuah dioda penerima infra merah yang baik paling itdak mempunyai respond time sebesar 500 nano detik atau kurang. Jika respond time terlalu besar maka dioda infra merah ini tidak dapat merespon sinyal cahaya yang dimodulasi dengan sinyal carrier frekuensi tinggi dengan baik. Hal ini akan mengakibatkan adanya data loss.

Filter Optikal Sensor Infra Merah

Filter ini mempunyai dua fungsi yaitu sebagai lensa fresnel dan juga sebagai filter cahaya yang masuk ke area penerimaan dioda infra merah. Biasanya terbuat dari bahan polycarbonate,berbentuk cembung dan transparan. Filter opikal ini akan membatasi cahaya-cahaya yang tidak diinginkan kecuali cahaya infra merah sehingga tidak mengganggu sinyal cahaya infra merah yang diterima oleh detektor/area penerima.

Current to Voltage Converter Untuk Infra Red Receiver

Arus bocor yang dihasilkan oleh detektor photodioda besarnya linier terhadap intensitas cahaya infra merah yang dimasuk ke dalam area penerimaan. Oleh sebab itu arus ini harus dirubah ke tegangan agar dapat didapatkan sinyalnya kembali.

Pada dasarnya ada tiga teknik pengubahan arus ke tegangan untuk sensor infra merah yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.

1. High Impedance Detector

High Impedance Detector. Detektor ini banyak digunakan dirangkaian-rangkaian pada umumnya karena kesederhanaan rangkaiannya dan respon yang cukup baik. Untuk mengubah arus menjadi tegangan digunakan sebuah resistor R1 dengan nilai yang cukup besar. Besarnya nilai R harus disesuaikan agar tidak menyebabkan dioda infra merah jenuh karena jika dioda infra merah jenuh maka tidak ada sinyal carrier yang diteruskan sehingga data yang ditransmisikan tidak dapat diterima lagi. Untuk mencegah agar tidak jenuh maka tegangan bias tidak boleh terlalu tinggi dan nilai R yang digunakan juga tidak boleh terlalu besar. Pada suatu kondisi tertentu jika cahaya selain cahaya infra merah terlalu terang maka arus bocor dapat mencapai beberapa miliamper dan resistansinya turun menjadi 10k saja sehingga untuk mencegah saturasi maka nilai R harus kurang dari 10k juga. Dengan nilai R 10k ini akan dapat merubah tiap 1uA menjadi 10mV.   Kondisi ini merupakan kondisi ideal yang jauh berbeda dengan keadaan sebenarnya dimana sinyal yang diterima sangat lemah sehingga hanya menghasilkan arus bocor yang sangat kecil sehingga nilai R yang digunakan juga harus diganti dengan nilai yang lebih besar untuk dapat mengkonversi arus menjadi tegangan yang tepat.

High Impedance Detector

High Impedance Detector

2. Transimpedance Amplifier Detector

Transimpedance Amplifier Detector. Teknik ini merupakan pengembangan yang sangat baik dari teknik yang pertama. Dengan dilengkapi dengan sebuah induktor diharapkan agar sinyal carrier tidak cacat pada saat dirubah menjadi tegangan. Dengan penggantian R dengan sebuah induktor ini akan menyebabkan reaktansinya berubah terhadap frekuensi sinyal, berarti sekaigus juga menjadi filter yang sederhana karena tegangan yang dihasilkan untuk frekuensi yang berbeda tentunya akan menghasilkan tegangan yang lebih lemah. Reaktansi ini digunakan untuk   Feedback yang berupa LC ini menghasilkan suatu Q yang cukup tinggi sehingga hanya sinyal tertentu saja yang dikuatkan. Q harus diletakkan pada frekuensi sekitar 30KHz sampai 40KHz.

Transimpedance Amplifier Detector  Tabel Nilai Induktor Transimpedance Amplifier Detector

Transimpedance Amplifier Detector

3. Transimpedance Amplifier Detector with limited Q

Transimpedance Amplifier Detector with limited Q. Penggunaan LC yang di set pada frekuansi kerja sinyal carrier tertentu dapat menghambat sinyal selain sinyal data infra merah. Biasanya cahaya tampak merupakan pengganggu utama dalam pendeteksian dengan menggunakan infra merah. Q yang tinggi juga menjadi masalah yaitu dapat mengakibatkan osilasi yang tidak dinginkan. Untuk dapat membatasi nilai Q maka dapat diparalelkan sebuah resistor pada induktor seperti nampak pada gambar 4. Untuk aplikasi trasnmisi data dimana duty cycle sinyal nya rendah (pulsa-pulsa dengan durasi pendek) maka adalah baik jika Q ditentukan mendekati 1. Jika nilai resistor paralel sama dengan nilai reaktansi induktor pada frekuensi yang diinginkan. Jika nilai Q lebih dari 1 maka osilasi dapat terjadi, hal ini akan mengakibatkan sinyal dengan pulsa-pulsa pendek (data stream) akan menghasilkan ripple-ripple yang tidak diinginkan pada saat pindah logika.   Bahkan jika nilai Q sangat besar bukanlah tidak mungkin akan menjadi osilator yang sering disebut sebagai   ‘self-osilator’.

Transimpedance Amplifier Detector with limited Q

Transimpedance Amplifier Detector with limited Q

Pada aplikasi dengan pulsa-pulsa pendek seperti pada transmisi data nilai induktor dapat dipilih berdasarkan panjang pulsa yang ditrasnmisikan untuk mendapatkan suatu hasil yang maksimal.

Rangkaian Penerima Infra Merah (Infra Red Receiver)

Rangkaian Penerima Infra Merah(Infra Red Receiver)Gambar diatas merupakan salah satu contoh rangkaian yang menggunakan Q dimana nilai Q nya dibatas tidak sampai 1. R7 yang memparalel induktor L2 akan menyebabkan nilai Q tidak lebih dari 1 sehingga tidak terjadi self-osilasi. L1 merupakan induktor yang berfungsi untuk mencegah agar sinyal AC tidak masuk ke dalam power supply. Komponen ini tidak terlalu kritis jika digunakan pada frekuensi 30KHz – 40KHz saja sehingga komponen ini dapat dihilangkan pada rangakaian penerima infra merah (infra red receiver) diatas.

Title : Receiver Infra Merah (Infra Red Receiver)
Archive : Rangkaian Sensor/Detektor

You may also like, related Receiver Infra Merah (Infra Red Receiver)